Tafsir Kemenag
Orang-orang musyrik Mekah ketika berkumpul di tempat pertemuan mereka yang berada di dekat Baitullah, sering membicarakan keadaan Nabi Muhammad dan Kitab Al-Qur'an yang dibawanya. Mereka sering bertanya satu sama lain bahwa apakah Muhammad itu seorang tukang sihir, penyair, atau seorang dukun tukang tenung yang terkena pengaruh buruk oleh berhala-berhala mereka? Mereka juga bertanya-tanya apakah Al-Qur'an itu sihir, syair, atau mantra-mantra saja? Masing-masing mengemukakan pendapat sesuai dengan hawa nafsu dan angan-angan mereka, sedangkan Nabi Muhammad sendiri dengan sikap yang tenang menyampaikan seruannya berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an yang memberi sinar penerangan kepada manusia menuju jalan kebenaran dan petunjuk yang lurus.
Selain itu mereka sering bercakap-cakap tentang hari kebangkitan sehingga sering menimbulkan perdebatan, sebab di antara mereka ada yang mengingkarinya dan beranggapan bahwa setelah mati habislah urusan mereka. Tidak ada lagi kebangkitan setelah mati. Mereka berpendapat bahwa manusia itu lahir ke dunia lalu ia mati dan ditelan bumi karena tidak ada yang membinasakan mereka kecuali masa atau waktu saja. Di sisi lain, ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa yang dibangkitkan itu hanya arwah saja dan bukan jasad yang telah habis dimakan bumi. Ada pula di antara mereka yang menjumpai salah seorang sahabat Nabi dan menanyakan tentang hal itu dengan sikap mencemoohkan.
Sehubungan dengan sikap mereka yang demikian itu, surah ini turun untuk menolak keingkaran mereka, dan mengemukakan argumen yang nyata bahwa Allah benar-benar Mahakuasa membangkitkan mereka kembali setelah mati, walaupun mereka telah menjadi tanah, dimakan binatang buas, ditelan ikan di laut, terbakar api dan diterbangkan angin, atau sebab lainnya.
Dalam ayat ini, Allah mencela perselisihan orang-orang kafir Mekah mengenai hari kebangkitan dengan mengatakan, "Tentang apakah orang-orang musyrik di kalangan penduduk Mekah itu saling bertanya-tanya?"
Allah menjawab pertanyaan mereka itu dengan firman-Nya. Yang dimaksud dengan berita yang sangat besar dalam ayat ini ialah berita tentang hari Kiamat. Disebut berita yang sangat besar karena hari Kiamat itu amat besar huru-haranya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-hajj/22: 1-2)
Meskipun begitu, orang-orang musyrik masih meragukan bahkan banyak yang tidak percaya, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya:
(Kehidupan itu) tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, (di sanalah) kita mati dan hidup dan tidak akan dibangkitkan (lagi). (al-Mu'minun/23: 37)
Firman Allah:
Kami tidak tahu apakah hari Kiamat itu, kami hanyalah menduga-duga saja, dan kami tidak yakin. (al-Jatsiyah/45: 32)
Adapun hikmah Ilahi menyampaikan persoalan ini dalam bentuk pertanyaan dan jawaban adalah agar lebih mendekatkan kepada pengertian dan penjelasan, seperti tercantum dalam firman Allah:
(Lalu Allah berfirman), "Milik siapakah kerajaan pada hari ini?" Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan. (Gafir/40: 16)
Kemudian Allah menjawab pertanyaan mereka dengan nada ancaman, "Sekali-kali tidak. Jauh sekali dari kebenaran apa yang mereka anggap itu. Nanti mereka akan mengetahui pada waktu menyaksikan keadaan yang sebenarnya pada hari Kiamat yang selalu mereka ingkari."
Sebaiknya mereka jangan memperolok-olokkan karena mereka kelak pasti akan mengetahui keadaan yang sebenarnya. Apa-apa yang diragukan itu pasti akan mereka alami. Allah menguatkan firman-Nya itu dengan mengulang pernyataan itu sekali lagi.
Kemudian Allah menerangkan kekuasaan-Nya yang Mahaagung dan tanda-tanda rahmat-Nya yang sering dilupakan oleh mereka. Padahal tanda-tanda itu tampak jelas di hadapan mata. Allah mengemukakan sembilan perkara yang dapat mereka saksikan dengan mata sebagai bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan-Nya, seperti disebutkan pada ayat-ayat berikut, yaitu dari ayat 6 sampai ayat 14.
Sumber:
Aplikasi Quran Kementrian Agama Republik Indonesia